dianhusada longor

dianhusada longor

Kamis, 24 Mei 2012

Berbagai mekanisme kerja obat otonomik

Apa Itu Obat Otonomik ??
 OBAT – OBAT OTONOMIK
Bagian motor sistem saraf dapat dibagi menjadi 2 subdivisi utama, yaitu divisi otonom dan divisi somatik. Sistem saraf otonom umumnya bersifat otonom, dimana aktifitasnya tidak dibawah pengaruh langsung kesadaran. Sistem saraf otonom terutama berhubungan dengan fungsi visera curah jantung, aliran darah ke berbagai organ, pencernaan dan sebagainya yang sangat penting untuk kehidupan. Divisi somatik umumnya tidak otonom dan berhubungan dengan fungsi organ yang terkontrol secara sadar seperti bergerak, bernapas, dan bersikap. Kedua sistem tadi memperoleh masukan aferen penting yang membawa sensasi dan memodifikasi keluaran motoris melalui arkus refleks dalam berbagai ukuran dan kompleksitasnya.
Sistem saraf berkaitan erat dengan sistem penting lainya untuk mengontrol fungsi tubuh, termasuk integrasi tingkat tinggi di otak, yang mempengaruhi proses dalam tubuh dan fungsi umpan balik yang meluas. Kedua sistem tadi menggunakan zat kimia untuk transmisi informasinya. Pada sistem saraf, transmisi kimiawi terjadi antara sel-sel saraf dan antara sel-sel saraf dengan sel-sel efektornya. Transmisi kimiawi ini berlangsung lewat pelepasan sejumlah kecil substansi transmiter dari ujung saraf ke dalam celah sinaptik. Transmiter menyebrangi celah secara difusi dan mengaktifkan atau menghambat sel pascasinaptik dengan berkaitan langsung pada suatu molekul reseptor khusus.
Dengan menggunakan obat yang meniru atau menghambat kerja transmiter kerja kimia tadi, maka secara selektif kebanyakan fungsi otonom dapat dimodifikasi. Termasuk diantaranya sejumlah fungsi jaringan efektor, seperti otot jantung, otot polos, endothelium vaskular, kelenjar dan juga ujung saraf presinaptik. Obat otonom seperti ini berguna sekali pada berbagai kondisi klinis tertentu. Namun sebaliknya, sejumlah besar obat yang digunakan untuk tujuan lain mempunyai efek yang tidak diinginkan pada fungsi otonomik.
 PENGERTIAN OBAT OTONOMIK
Obat otonomik adalah obat yang mempunyai efek memperbesar/ menghambat aktivitas SSO (simpatik dan parasimpatik) dengan jalan menggangggu sintesa,penimbunan,pembebasan,atau penguraian neurotransmitter ataumempengaruhi kerjanya atas reseptor khusus.
 Macam SSO dan dibagi dua divisi:
1. Sistem parasimpatik: cranio sacral division (ujung saraf mengeluarkan asetilkolin → kolinergik)
2. Sistem simpatik: thoracal lumbar division (ujung saraf mengeluarkan norepineprin (dulu diduga adrenalin → adrenergik)
 Reseptor SSO dibagi dua divisi:
1. Reseptor adrenergik: alfa (1,2); beta (1,2,3)
2. Reseptor kolinergik: muskarinik, nikoti|
nik
 Menurut khasiatnya, obat otonom dapat digolongkan sebagai berikut:

• Zat yang bekerja pada SP :
1. Parasimpatomimetik atau kolinergik → mempunyai efek seperti asetilkolin (parasimpatik)
2. Parasimpatolitik atau penghambat/antagonis kolinergik → menghambat efek asetilkolin
• Zat yang bekerja pada SO :
1. Simpatomimetik atau adrenergik → efek seperti norepineprin (simpatik)
2. Simpatolitik atau penghambat/antagonis adrenergik → menghambat efek norepineprin (mencegah respon pd reseptor)

• Zat-zat perintang ganglion
Yaitu zat yang merintangi penerusan impuls dalam sel-sel ganglion simpatis dan parasimpatis.
Kolinergik
Kolinergik adalah sekelompok zat yang dapat menimbulkan efek yang sama dengan stimulasi susunan parasimpatis, karena melepaskan neurohormon (Ach) di ujung-ujung neuronnya.
 Ada 2 macam reseptor kolinergik:
• Reseptor muskarinik: merangsang otot polos dan memperlambat denyut jantung
• Reseptor nikotinik/ neuromuskular → mempengaruhi otot rangka
 Penggolongan Kolinergik :
Kolinergik dapat dibagi menurut cara kerjanya, yaitu zat-zat dengann kerja langsung dan zat-zat dengan kerja tidak langsung.

• Bekerja langsung :

 Cholinester (asetil kolin, metakolin, karbakol, betanekol)
 Alkaloid yang berkasiat seperti asetikolin (muskarin, pilokarpin, arekolin)

• Bekerja tak langsung :
 Anti Cholinesterase (fisostigmin,neostigmin,dan piridostigmin)

• Farmakodinamik Kolinergik
 Meningkatkan TD
 Meningkatkan denyut nadi
 Meningkatkan kontraksi saluran kemih
 Meningkatkan peristaltik
 Konstriksi bronkiolus (kontra indikasi asma bronkiolus)
 Konstriksi pupil mata (miosis)
 Antikolinesterase: meningkatkan tonus otot
 Menekan SSP
• Efek Samping
 Asma bronkial dan ulcus peptikum (kontraindikasi)
 Iskemia jantung, fibrilasi atrium
 Toksin; antidotum → atropin dan epineprin
 Selain itu juga menyebabkan mual.,muntah,dan diare
• Indikasi
 Ester kolin: tidak digunakan pengobatan (efek luas dan singkat), meteorismus, (kembung), retensio urine, glaukoma, paralitic ileus, intoksikasi atropin/ alkaloid beladona, faeokromositoma
 Antikolinesterase: atonia otot polos (pasca bedah, toksik), miotika (setelah pemberian atropin pd funduskopi), diagnosis dan pengobatan miastemia gravis (defisiensi kolinergik sinap), penyakit Alzheimer (defisiensi kolinergik sentral)
• Intoksikasi
 Efek muskarinik: mata hiperemis, miosis kuat, bronkostriksi, laringospasme, rinitis alergika, salivasi, muntah, diare, keringat berlebih
 Efek nikotinik: otot rangka lumpuh
 Efek kelainan sentral: ataksia, hilangnya refleks, bingung, sukar bicara, konvulsi, koma, nafas Cheyne Stokes, lumpuh nafas
• Alkaloid Tumbuhan
Tumbuhannya:
 Muskarin (jamur Amanita muscaria),
 Pilokarpin (Pilocarpus jaborandi dan P.microphyllus)
 Arekolin (Areca catechu = pinang)
• Efek umumnya muskarinik
 Intoksikasi: bingung, koma, konvulsi
 Indikasi: midriasis (pilokarpin)
• Obat Kolinergik Lain
 Metoklopramid: digunakan untuk memperlancar jalanya kontras radiologik, mencegah dan mengurangi muntah
 Kontraindikasi: obstruksi, perdarahan, perforasi sal cerna, epilepsi, gangguan ektrapiramidal
 Sisaprid: untuk refluk gastroesofagial, gangguan mobilitas gaster, dispepsia
 Efek samping: kolik, diare
Obat Anti Kolinergik
Obat parasimpatikolitika adalah obat yang menghambat efek kolinergik yang muscarik, tidak efek nikotinik → karena itu juga disebut antimuskarinik/ antagonis kolinergik/ antispasmodik.

 Macam obat antimuskarinik :
a. Alkaloid beladona (atropin,skopalamin,dan homatropin)

 Atropin
• Atropin memblok asetilkolin endogen maupun eksogen
• SSP → merangsang n.vagus → frekuensi jantung berkurang
• Mata → midriasis
• Saluran nafas → mengurangi sekret hidung, mulut, farink dan bronkus
• Kardiovaskuler → frekuensi berkurang
• Saluran cerna → antispasmodik (menghambat peristaltik lambung dan usus)
• Otot polos → dilatasi saluran kemih
• Eksokrin → saliva, bronkus, keringat → kering
• Atropin mudah diserap, hati2 untuk tetes mata → masuk hidung → absorbsi sistemik → keracunan

 Efek samping: mulut kering, gangguan miksi, meteorismus, dimensia, retensio urin, muka merah
 Gejala keracunan: pusing, mulut kering, tidak dapat menelan, sukar bicara, haus, kabur, midriasis, fotopobia, kulit kering dan panas, demam, jantung tachicardi, TD naik, meteorismus, bising usus hilang, oligouria/anuria, inkoordinasi, eksitasi, bingung, delirium, halusinasi
 Diagnosis keracunan: gejala sentral, midriasis, kulit merah kering, tachikardi

 Antidotum keracunan: fisostigmin 2 – 4 mg sc → dapat menghilangkan efek SSP dan anhidrosis
 Dosis atropin: 0,25 – 1 mg
 Indikasi: parkinsonisme, menimbulkan midriasis (funduskopi), antispasmodik, mengurangi sekresi lendir sal nafas (rinitis), medikasi preanestetik (mengurangi lendir sal nafas)
 Skopolamin
• Derivat-epoksi dari atripin bekerja lebih kuat
• Efek sentralnya kira-kira 3kali lebih kuat
• Digunakan sebagai obat mabuk jalan dalam bentuk plester
• Digunakan sebagai mediatrikum
• Digunakan sebagai obat anti kejang lambung-usus
• Digunakan sebagai premedikasi anestesi
• Dosis transkutan sebagai plester 1,5 mg skopolamin
b. Zat amonium kwaterner (propantein,ipratropium dan tiotropium)
 Propantein
• Dosis tinggi→efek kurare(mengendurkan otot-otot lurik rangka)
• Banyak digunakan pada tukak lambung,gastritis dan kejang-kejang lambung-usus
• Dosis →oral 3 dd 15 mg(HBr)
 Ipratropium
• Digunakan sebagai inhalasi pada asma dan bronkhitis
• Khasiat →bronkhodilatasi dengan mengurangi hipersekresi dahak
 Tiotropium
• Digunakan sebagai inhalasi pada asma dan bronkhitis
• Khasiat →bronkhodilatasinya lebih lama dari pada ipratropium
• Dosis 1x sehari
c. Zat amin tersier (pirenzepin,flavoxat,oksibutinin,tolterodin,dan tropicamida)

 Pirenzepin
• Pada dosis tinggi menghambat reseptor di organ-organ(jantung,mata,lambung-usus,urogenital)
• Pada dosis rendah menghambat secara selektif reseptor muscarin-M dalam sel-sel parietal lambung yang membentuk Hcl
• Digunakan dalam tukak lambung-usus dan gastritis
• Dosis →oral 2 dd 50 mg pada pagi hari
 Flovoxat
• Berkhasiat merelaksasi langsung terhadap otot kandung kemih
• Berdaya lokal anestetis dan analgetis
• Kontra indikasi→tidak boleh digunakan pada pasien glaukoma dan pada gangguan fungsi ginjal
• Dosis→pada urge-inkontinensi 3 dd 200-400 mg (garam HCl)
 Oksibutinin
• Khasiat→spasmolitis pada otot polos kandung kemih
• Digunakan khusus pada urge-inkontinensi urin untuk mengurangi hasrat berkemih,juga pada kejang-kejang kandung kemih akibat iritasi oleh kateter
• Dosis→oral 3 dd 2,5 mg(HCl), bila perlu 3-4 dd 5 mg
 Tolterodin
• Khasiatnya anti kolinergis sedang
• Digunakan pada urge-inkontinensi kemih
• Dosis →oral 3dd 2,5-5 mg(tartrat)
 Tropicamida
• Khasiat →anti kolinergis kuat
• Digunakan sebagai midriatikum untuk diagnosa
• Pada dosis lebih besar(larutan 1%) berefek cycloplegis→melumpuhkan akomodasi
• Dosis →untuk midriasis 1-2 tetes larutan 0,5% minimal 15mnt sebelum pemeriksaan mata
 Efek Anti Kolinergik
• Meningkatkan denyut nadi
• Mengurangi sekresi mukus
• Menurunkan peristaltik
• Dilatasi pupil mata (midriasis)
• Merangsang SSP
• Mengurangi tonus dan motilitas saluran
• Penggunaan
• Sebagai midriatikum
• Sebagai spasmolitikum
• Pada inkontinensi urin
• Pada parkinsonisme
• Pada asma dan bronkhihis
• Sebagai premedikasi pra-bedah
• Sebagai zat anti-mabuk jalan
• Pada hiperdrosus
• Sebagai zat penawar pada intoksikasi


Adrenergik
Obat simpatomimetik disebut adrenergik/agonis adrenergik → memulai respon pada tempat reseptor adrenergik.
• Reseptor adrenergik: alfa1 ,alfa2, beta1 dan beta2
• Norepineprin dilepaskan oleh ujung saraf simpatis → merangsang reseptor untuk menimbulkan respon
• Melepaska noradrenalin (NA) di ujung saraf-sarafnya
• Efek Adrenergik

Alfa1:
• Meningkatkatkan kontraksi jantung
• Vasokontriksi: meningkatkan tekanan darah
• Midriasis: dilatasi pupil mata
• Kelenjar saliva: pengurangan sekresi
Alfa2:
• Menghambat pelepasan norepineprin
• Dilatasi pembuluh darah (hipotensi)
• Menurunnya peristaltik
Beta1:
• Meningkatkan denyut jantung
• Menguatkan kontraksi jantung
Beta2:
• Dilatasi bronkiolus
• Relaksasi peristaltik GI dan uterus
 Contoh Obat Adrenergik
1. Epineprin
2. Norepineprin
3. Isoproterenol
4. Dopamin
5. Dobutamin
6. Amfetamin
7. Metamfenamin
8. Efedrin
9. Metoksamin
10. Fenilefrin
11. Mefentermin
12. Metaraminol
13. Fenilpropanolamin
14. Hidroksiamfetamin
15. Etilnorepineprin

Obat Simpatolitik
Obat simpatolitik adalah obat yang menghambat efek obat simpatomimetik atau penghambat /antagonis adrenergik
 Efek Simpatolitik
• Menurunkan tekanan darah (vasodilatasi)
• Menurunkan denyut nadi
• Konstriksi bronkiolus
• Kontraksi uterus
• Reseptor adrenergik: alfa1, beta1 dan beta2
 Penggolongan Simpatoplegik
 Antagonis adrenoseptor alfa (alfa bloker)
 Alfa Blocker
Zat-zat ini memblokir reseptor alfa yang banyak terdapat di jaringan otot polos dari kebanyakan pembuluh, khususnya dalam pembuluh kulit dan mukosa. Efek utamanya adalah vasodilatasi perifer, maka banyak dipergunakan pada hipertensi dan hipertrofi prostat.

Dikenal 3 jenis alfa-blocker :
• Alfa bloker non selektif
• Alfa1 bloker selektif
• Alfa2 bloker selektif
 Antagonis adrenoseptor beta (beta bloker)
 Beta Blocker
Digunakan untuk gangguan jantung (aritmia, angina petoris) untuk meringankan kepekaan organ, membagi rangsangan seperti kerja berat, emosi strees, dan hipertensi.
Terdiri dari 2 kelompok:
• Zat-zat ß1 selektif
• Zat-zat tak selektif

 Penghambat Saraf Adrenergik
• Menghambat aktivitas saraf adrenergik berdasar gangguan sintesis, atau penyimpanan dan pelepasan neurotransmiter di ujung saraf adrenergik
• Sediaan; guanetidin, guanadrel, reserpin, metirosin
• Guanetidin khusus digunakan pada jenis glaukoma tertentu
 Obat Pelumpuh Otot
• Obat ini digunakan untuk mengadakan relaksasi otot bergaris (reposisi tulang), atau untuk menangkap binatang buas hidup2
• Cara kerja: kompetitif antagonis dengan asetilkolin pada reseptor nikotinik di motor end plate
• Contoh: d-tubocurarine, gallamine, pancuronium, succinilkolin, decametonium, metokurin, vekuronium, atrakurium, alkuronium, heksafluorenium
MEKANISME KERJA OBAT OTONOMIK
• Obat otonom mempengaruhi transmisi neurohumoral/transmitor dengan cara menghambat atau mengintensifkannya.
• Mekanisme kerja obat otonomik timbul akibat interaksi obat dengan reseptor pada sel organisme.
• Terjadi perubahan biokimiawi dan fisiologi yang merupakan respon khas oleh obat tersebut.
• Pengaruh obat pada transmisi sistem kolinergik maupun adrenergik, yaitu :
1. Hambatan pada sintesis atau pelepasan transmitor
a. Kolinergik
• Hemikolonium menghambat ambilan kolin ke dalam ujung saraf dengan demikian mengurangi sintesis ACh.
• Toksin botulinus menghambat penglepasan ACh di semua saraf kolinergik sehingga dapat menyebabkan kematian akibat paralisis pernafasan perifer. Toksin ini memblok secara irreversible penglepasan ACh dari gelembung saraf di ujung akson dan merupakan salah satu toksin paling proten. Diproduksi oleh bakteri Clostridium botulinum.
• Toksin tetanus mempunyai mekanisme kerja yang serupa.
b. Adrenergik
• Metiltirosin memblok síntesis NE dengan menghambat tirosin hidroksilase yaitu enzim yang mengkatalisis tahap penentu pada síntesis NE.
• Metildopa menghambat dopa dekarboksilase
• Guanetidin dan bretilium menggangu penglepasan dan penyimpanan NE.
2. Menyebabkan pelepasan transmitor
a. Kolinergik
• Racun laba-laba black widow menyebabkan penglepasan ACh (eksositosis) yang berlebihan, disusul dengan blokade penglepasan ini.

b. Adrenergik
• Tiramin, efedrin, amfetamin dan obat sejenis menyebabkan penglepasan NE yang relatif cepat dan singkat sehingga menghasilkan efek simpatomimetik.
• Reseprin memblok transpor aktif NE ke dalam vesikel, menyebabkan penglepasan NE secara lambat dari dalam vesikel ke aksoplasma sehingga NE dipecah oleh MAO. Akibatnya terjadi blokade adrenergik akibat pengosongan depot NE di ujung saraf.
3. Ikatan dengan receptor
• Agonis adalah obat yang menduduki reseptor dan dapat menimbulkan efek yang mirip dengan efek transmitor.
• Antagonis atau blocker adalah obat yang hanya menduduki reseptor tanpa menimbulkan efek langsung, tetapi efek akibat hilangnya efek transmitor karena tergesernya transmitor dari reseptor.
4. Hambatan destruksi transmitor
A. Kolinergik
• Antikolinesterase kelompok besar zat yang menghambat destruksi ACh karena menghambat AChE, dengan akibat perangsangan berlebihan di reseptor muskarinik oleh ACh dan terjadinya perangsangan yang disusul blokade di reseptor nikotinik.
B. Adrenergik
• Kokain dan imipramin mendasari peningkatan respon terhadap perangsangan simpatis akibat hambatan proses ambilan kembali NE setelah penglepasanya di ujung saraf. Ambilan kembali NE setelah penglepasanya di ujung saraf merupakan mekanisme utama penghentian transmisi adrenergik.
• Pirogalol (penghambat COMT) sedikit meningkatkan respons katekolamin.
• Tranilsipromin, pargilin, iproniazid dan nialamid (penghambat MAO) meningkatkan efek tiramin tetapi tidak meningkatkan efek katekolamin.

Cartoons Myspace Comments
MyNiceProfile.com

Daftar Pustaka
Bertram G. Katzung.1997.Farmakologi Dasar dan Klinik.Jakarta.EGC
Tan Hoan Tjay, Kirana Rahadja.2007.Obat-obat Penting.Jakarta.PT.Elex Media komputindo

Penggolongan obat otonomik

OBAT OTONOMIK


OBAT OTONOM
Obat-obat otonom adalah obat yang dapat memengaruhi penerusan impuls dalam SSO dengan jalan mengganggu sintesa, penimbunan, pembebasan,atau penguraian neurotransmitter atau memengaruhi kerjanya atas resptor khusus. Akibatnya adalah dipengaruhinya fungsi otot polos dan organ, jantung dan kelenjar. Ada 2 macam golongan obat otonomik yakni, Golongan simpatomimetik (merangsang) yang kerjanya mirip dengan saraf simpatis, dan Golongan simpatolitik (menghambat) untuk simpatis dan parasimpatolitik. Menurut khasiatnya, obat otonom dapat digolongkan sebagai berikut:
1. Zat-zat yang bekerja terhadap SO, yakni:
a. Simpatomimetika (adrenergika), yang meniru efek dan perangsangan SO oleh misalnya noradrenalin, efedrin, isoprenalin, dan amfetamin.
b. Simpatolitika (adrenolitika), yang menekan saraf simpatis atau melawan efek adrenergika. umpamanya alkaloida sekale dan propanolol.
2. Zat-zat yang bekerja terhadap SP, yakni:
a. Parasimpatikomimetika (kolinergika) yang merangsang organ-organ yang dilayani saraf parasimpatis dan meniru efek perangsangan oleh asetilkolin, misalnya pilokarpin dan fisostigmin.
b. Parasimpatikolitika (antikolinergika) justru melawan efek-efek kilonergika, misalnya alkaloida, belladona dan propantelin.
3. Zat-zat perintang ganglion
Yang merintangi penerusan impuls dalam sel-sel ganglion simpatis dan parasimpatis. Efek perintangan ini dampaknya luas, antara lain vasodilatasi karena blokade susunan simpatis, sehingga dipergunakan pada hipertensi tertentu. Sebagai obat hipertensi zat-zat ini umumnya tidak digunakan lagi berhubungan efek sampingnya yang menyebabkan blokade pula dari SP (gangguan penglihatan, obstipasi dan berkurangnya sekresi berbagai kelenjar).
1. OBAT SYMPATOMIMETIK / ADRENERGIKA


Merupakan obat yang memudahkan atau meniru beberapa atau semua tindakan dari system saraf simpatis. Obat adrenergika juga merupakan zat-zat yang dapat menimbulkan efek yang sama dengan stimulasi susunan saraf simpatis dan melepaskan noradrenalin di ujung-ujung sarafnya. Zat-zat dengan efek-
sentral yang justru menghambat system adrenergic, misalnya klonidin, tidak termasuk adrenergika. Organism disiapkan agar dengan cepat dapat menghasilkan banyak energy, yaitu siap untuk suatu reaksi “fight, fright, or flight” (berkelahi, merasa takut atau melarikan diri). Oleh karena itu adrenergika memiliki daya yang bertujuan mencapai keadaan waspada tersebut.
a. Reseptor alfa dan beta
Adrenergika dapat dibagi dalam dua kelompok menurut titik kerjanya di sel-sel efektor dari organ ujung, yakni reseptor-alfa dan reseptor-beta. Perbedaan antara kedua jenis reseptor didasarkan atas kepekaannya bagi adrenalin, noradrenalin dan isoprenalin.
Diferensiasi lebih lanjut dapat dilakukan menurut efek fisiologisnya, yaitu dalam alfa-1 dan alfa-2, serta beta-1 dan beta-2. Pada umumnya, stimulasi dari masing-masing reseptor itu menghasilkan efek-efek sebagai berikut:
v Alfa-1: menimbulkan vasokontriksi dari otot polos dan menstimulir sel-sel kelenjar dengan bertambahnya sekresi liur dan keringat.
v Alfa-2: menghambat pelepasan NA pada saraf-saraf adrenergic dengan turunnya tekanan darah. Munkin pelepasan ACh di saraf kolinergis dalam usus pun terhambat sehingga menurunnya peristaltic.
v Beta-1: memperkuat daya dan frekuensi kontraksi jantung (efek inotrop dan katrotop)
v Beta-2: bronchodilatasi dan stimulasi metabolism glikogen dan lemak.
b. Mekanisme kerja
Katecholamin bekerja sebagai “pesuruh” (transmitter) dan mengikat diri pada reseptor yang berada di bagian luar membrane sel. Penggabungan ini mengaktifkan suatu enzim di bagian dalam membrane sel untuk meningkatkan pengubahan adenosine thiphosphate. ATP ini kaya akan energy, yang dibebaskan pada pengubahannya menjadi cAMP di dalam sel, mangakibatkan berbagai efek adrenergic.
c. Penggolongan
Adrenergika dapat dibagi dalam dua kelompok, yakni:
· Zat-zat yang bekerja langsung, kebanyakan katecholamin bekerja langsung terhadap reseptor dari organ tujuan, antara lain adrenalin, NA dan isoprenalin. Dikenal pula dengan zat yang bias bekerja menurut kedua prinsip, seperti efedrin dan dopamine.
· Zat-zat yang bekerja secara tak langsung, Noradrenalin disintesa dan disimpan di ujung-ujung saraf adrenergic dan dapat dibebaskan dari depotnya dengan jalan merangsang saraf bersangkutan, dan dapat pula dengan perantaraan obat-obat seperti efedrin, amfetamin, guanetidin, dan reserpin.
d. Penggunaan
Berdasarkan khasiat tersebut, adrenergika digunakan pada bermacam-macam penyakit dan gangguan, yang terpenting diantaranya adalah:
· Pada shock guna memperkuat kerja jantung dan melawan hipotensi, khususnya adrenalin dan NA
· Pada asma guna mencapai bronchodilatasi, terutama salbutanol dan turunannya, juga adrenalin dan efedrin.
· Pada hipertensi guna menurunkan daya-tahan perifer dari dinding pembuluh dengan jalan menghambat pelepasan NA. disamping itu juga melalui blockade resptor dan (prazosin/propanolol dan turunannya)
· Sebagai vasodilator perifer pada vasokontriksi dibetis dan tungkai.
· Pada pilek (rhinitis) guna menciutkan mukosa yang bengkak, terutama zat-zat imidazolin, juga jarang-jarang efedrin dan adrenalin.
· Sebagai midriatikum guna melebarkan pupil, antara lain fenilefrin dan nafazolin.
· Pada obesitas guna menekan nafsu makan untuk menunjang diet menguruskan badan, khususnya fenfluramin dan mazindol.
· Sebagai penghambat his dan pada nyeri haid, berkat daya relaksasinya atas otot rahim, misalnya ritodrin.
e. Efek samping
Pada dosis biasa, adrenergika dapat menimbulkan efek samping terhadap jantung dan SSP, yaitu tachycardia dan jantung berdebar, nyeri kepala, gelisah dan sebagainya. Oleh karena itu, adrenergika harus digunakan dengan hati-hati pada pasien yang mengidap infark jantung, hipertensi dan hipertirosis.
Bila digunakan lama seperti pada asma, adrenergic bias menimbulkan tachyfylaxis, semacam resistensi yang terjadi dengan pesat bila obat diberikan berulang kali dalam waktu yang singkat. Yang terkenal adalah efedrin dan obat-obat lain dengan kerja tak langsung akibat habisnya persediaan NA. karena itu, obat-obat ini janganlah digunakan terus-menerus, melainkan diselingi dengan obat-obat asma lainnya.
f. Zat-zat tersendiri
A. Epinefrin : zat ini dihasilkan juga oleh anak-ginjal dan berperan pada metabolisme hidrat arang dan lemak. Adrenalin memiliki semua khasiat adrenergic-alfa dan –beta, tetapi efek betanya relatrif lebih kuat.
Penggunaannya, terutama sebagai analepticum yakni obat stimulans jantung yang aktif sekali pada keadaan darurat, seperti kolaps, shock anafilaktis, atau jantung berhenti. Obat ini sangat efektif untuk serangan asma akut, tetapi harus sebagai injeksi Karena peroral diuraikan oleh getah lambung. Pada glaucoma tertentu digunakan untuk menurunkan tekanan intraokuler. Efek ini sebelumnya sangat paradoksal, karena antagonis adrenalin banyak digunakan untuk menurunkan indikasi yang sama.
Efek sampingnya yang penting pada dosis tinggi adalah necrosis jari-jari akibat vasokontriksi dan akhirnya kolaps.
Dosis: pada asma akut s.c. 0,2-0,5 mg, bila perlu diulang dua kali setiap 20 menit, maks 1 mg tiap kali. Pada jantung berhenti/ bradycardia, shock anafilaktis i.m. 0,5 mg, disusul dengan i.v. 0,5-1,0 mg, bila perlu diulang setiap 2-5menit. Glaucoma terbuka1 tetes 2-5 mg/ml.
B. Norephinephrine
Efek farmakologi:
1. Sebagian besar α mempengaruhi ketika diberi terapi yang mana bertentangan dengan hasil yang diharapkan endrogin yang adrenergic mengalami vasokontriksi di sekeliling neurotransmitter.
2. Peningkatan dipembuluh darah secara diastolic dan sistolik.
3. Reflek bradycardia
Indikasi norephinephrine:
1. Shock karena darah yang mengalir di ginjal terhambat
2. Pengobatan dengan dopamine lebih baik untuk pertolongan pertama.
Macam-macam obat ephinephrine yakni:
1. Isoprenalin : isoproterenol, isoprel, lomudal cp.
Homolog adrenalin ini terutama memiliki efek β ( stimulasi jantung dan broncodilatasi), maka kini khusus digunakan pada asma dan sebagai stimulans sirkulasi darah. Pentakaran lebih seksama dicapai melalui aerosol (spray) dengan lama kerja kurang lebih 1jam. Spray ini tidak boleh diulang terlalu sering agar tidak menimbulkan overdosis.
Efek sampingnya terutama terjadi pada dosis tinggi dan berupa efek jantung dan efek sentral (gelisah, rasa takut, sukar tidur) juga gemetaran dsb.
Dosis: pada bronchospasme 0,08-0,4 mg maksimal 8 inhalasi larutan sulfat 1% sehari, untuk memperbaiki peredaran i.v. permulaan 0,02 mg, disusul dengan 0,01-0,2 mg.
2. Fenilefrin: Prefrin, Benadryl DMP, Vibrocil.
Obat ini terutama berdaya alfa-adrenergis secara tak langsung dengan jalan pembebasan NA dari ujung saraf. Daya kerjanya kurang lebih 10 kali lebih lemah dari adrenalin, tetapi bertahan lebih lama. Tidak menstimulir SSP, efek jantungnya ringan sekali.
Penggunaan lain adalah sebagai midriatikum pada pemeriksaan mata (larutan klorida 5-10%) yang dimulai setelah 20 menit dan bias bertahan selama 7 jam. Lagipula digunakan dekongestivum hidung dan mata (larutan 0,125-0,5%).
Sebagai efek samping tercatat antara lain lensa kontak lembut bias berwarna coklat tua. Karena masuk kedalam ASI dengan mengakibatkan hipertensi pada bayi, maka ibu yang menyusui tidak dianjurkan menggunakan tetes mata dengan zat ini.
3. Efedrin: Asmasolon, Bronchicum.
Daya kerjanya atas SSP relative lebih kuat terhadap jantung dan bertahan lebih lama. Selain bekerja langsung terhadap reseptor di otot polos dan jantung, juga secara tak langsung dapat membebaskan NA dari depotnya.
Penggunaan utamanya adalah pada asma berkat efek bronchodilatasi kuat (β2), sebagai decongestivum dan midriatikum yang kurang merangsang dibandingkan dengan adrenalin.
Efek sampingnya pada dosis biasa sudah biasa terjadi efek sentral seperti gelisah, nyeri kepala, cemas dan sukar tidur, sedangkan pada overdosis timbul tremor dan tachycardia, aritmia serta debar jantung. Wanita hamil boleh menggunakan efedrin.
Dosis: pada asma 3-4 dd 25-50 mg (-HCL), anak-anak 2-3 mg/kg sehari dalam 4-6 dosis. Tetes hidung larutan sulfat 0,5-2%, dalam tetes mata 3-4%.
4. Amfetamin
Amfetamin termasuk kelompok psikostimulansia yang bercirikan menstimulasi SSP dan memperkuat pernafasan yang dihambat oleh obat-obat sentral lain. Aktifitas fisik dan mental meningkat, begitu pula inisiatif dan kelincahan. Kepercayaan pada diri sendiri dan prestasi diperbesar, sedangkan rasa kantuk dan keletihan dihilangkan (sementara). Amfetamin juga menimbulkan rasa nyaman/ maka berdasarkan sifat psikis ini dahulu digunakan sebagai obat antidepresi. Disamping itu amfetamin juga memiliki efek adrenergic yang meliputi vasokontriksi, bronchodilatasi, midriasis, dan kontraksi sfingter kandung kemih.
2. OBAT SIMPATOLITIK / ADRENOLITIKA


Adalah zat-zat yang melawan sebagian atau seluruh aktivitas susunan saraf simpatis. Misalnya, adrenolitika meniadakan vasokontriksi yang di timbulkan oleh aktivasi reseptor-alfa akibat adrenergika. Berdasarkan mekanisme dan titik kerjanya, adrenolitika dapat dibagi dalam tiga kelompok, yakni zat-zat penghambat reseptor adrenergic (alfa-blockers dan beta-blockers) dan zat-zat penghambat neuron adrenergic.
1. Alfa-blockers (α-simpatolitika)
Zat-zat ini memblokir reseptor-alfa yang banyak terdapat di jaringan otot polos dari kebanyakan pembuluh, khususnya dalam pembuluh kulit dan mukosa. Efek utamanya adalah vasodilatasi perifer, maka banyak digunakan hipertensi dan hipertrofi prostat. Prazosin juga digunakan pada gagal jantung. Dikenal tiga jenis alfa-blockers, yakni:
- Zat-zat tak selektif: fentolamin dan alkaloida ergot.
Fentolamin khusus digunakan untuk diagnosa dan terapi hipertensi tertentu. Juga pada gangguan ereksi sebagai injeksi intracaverneus. Alkaloida ergot, berkat daya vasokontriksinya banyak digunakan pada serangan migraine, juga dalam ilmu kebidanan untuk menghentikan perdarahan setelah persalinan.
- α1-blockers selektif: derivate quinazolin (prazosin, terazosin, tamsulosin, dll) serta urapidil. Penggunaannya sebagai obat hipertensi dan pada hyperplasia prostat.
- α2-blockers selektif: yohimbin, yang digunakan sebagai obat perangsang syahwat (aphrodisiacum).
2. Beta-blockers (β-simpatolitika)
Semula beta-blockers digunakan untuk gangguan jantung. Untuk meringankan kepekaan organ ini bagi rangsangan, seperti kerja berat, emosi, stress, dan sebagainya. Obat-obat ini dapat dibagi pula dalam 2 kelompok, yakni:
- Zat-zat β1 selektif, yang melawan efek dari stimulasi jntung oleh adrenalin dan NA (reseptor-β1), misalnya atenolol dan metoprolol.
- Zat-zat tak selektif, yang juga menghambat efek bronchodilatasi (reseptor-β2), misalnya propanolol, alprenolol dll.
- Labetolol dan carvedilol merupakan zat-zat yang menghambat kedua reseptor (alfa + beta)
3. Penghambat neuron adrenergic : derivate guanidine (guanetidin).
Zat-zat ini tidak memblokir reseptor melainkan bekerja terhadap bagian postganglioner dari saraf simpatis dengan jalan mencegah pelepasan katecholamin. Guanetidin khusus digunakan pada jenis glaucoma tertentu.
a. Zat-zat tersendiri
Yohimbin
Alkaloida ini diperoleh dari kulit pohon corynanthe yohimbe (afrika barat). Kulit pohon tersebut juga mengandung alkaloida lain, yaitu aspidospermin.
Dalam dosis rendah dapat meningkatkan tekanan darah, sedangkan pada dosis lebih tinggi justru menurunkannya. Oleh karena itu terjadi vasodilatasi perifer yang mengakibatkan penyaluran darah diperkuat ke organ-organ di bagian bawah perut.
Efek sampingnya dapat berupa penurunan tensi, pusing, berkeringat kuat, debar jantung, tremor, agitasi, gelisah dan sukar tidur, kejang bronchi dan gejala yang mirip lupus. Pada penderita gangguan jiwa, dosis rendah dapat mencetuskan depresi.
Dosis: oral 3-4 dd 5-10 mg.
3. PARASYMPATIKOMIMETIKA / KOLINERGIK


Adalah sekelompok zat yang dapat menimbulkan efek yang sama dengan stimulasi susunan parasimpatis (SP), karena melepaskan neurohormon asetilkolin (Ach) di ujung-ujung neuronnya. Tugas utama SP adalah mengumpulkan energi dari makanan dan menghambat penggunaannya, singkatnya berfungsi sebagai asimilasi. Bila neuron SP dirangsang, timbulah sejumlah efek yang menyerupai keadaan istirahat dan tidur.
a a. Penggolongan
Kolinergika dapat dibagi menurut cara kerjanya, yaitu zat-zat dengan kerja langsung dan zat-zat kerja secara tak langsung.
1. bekerja langsung: karbachol, pilokarpin, muskarin, dan arekolin. Zat-zat ini bekerja langsung terhadap organ-ujung dengan kerja utama yang mirip efek muskarin dari ACh. Semuanya adalah zat-zat amonium kwaterner yang bersifat hidrofil dan sukar memasuki SSP kecuali arekolin.
2. bekerja tak langsung: zat-zat antikolinesterase seperti fisostigmin, neostigmin dan pyridostigmin. Obat-obat ini menghambat penguraian ACh secara reversible, yakni hanya untuk sementara. Setelah zat-zat tersebuthabis diuraikan oleh kolinesterase, ACh segera akan dirombak lagi.
b. Penggunaan
Kolinergika khusus digunakan pada penyakit mata glaucoma, myasthenia gravis, demensia Alzheimer dan atonia.
  1. glaucoma
star hijau (glaucoma) adalah penyakit mata yang bercirikan peningkatan cairan mata intraokuler diatas 21 mm Hg, yang bias menjepit saraf mata. Penyebabnya, cairan mata terbentuk di mukosa tipis di belakang pupil, di corpus ciliare dan via liang pupil mengalir ke ruang sempit antara pupil dan kornea ke saluran keluar. Bila cairan ini tidak dapat mengalir keluar dari ruang mata depan karena misalnya penyumbatan, maka cairan mata intraokuler meningkat.
  1. Myasthenia gravis
Ini adalah suatu penyakit auto-imun yang bercirikan keletihan dan kelemahan dari terutama otot-otot muka, mata dan mulut. Penyebabnya adalah kekurangan relative dari ACh di pelat ujung motoris dari otot lurik. Kekurangan ini disebabkan oleh antibodies igG, yang telah merusak reseptor ACh setempat .
  1. Demensia Alzheimer
Berdasarkan penemuan bahwa kadar ACh diotak berkurang pada demensia, maka digunakan penghambat kolinesterase untuk mencegah perombakan dan meningkatan kadar ACh di otak.
  1. atonia
setelah pembedahan besar dengan stressnya bagi tubuh adakalanya terjadi peningkatan aktivitas saraf adrenergic. Akibatnya dapat berupa obstipasi dan sukar berkemih, bahkan obstruksi usus akibat pengenduran dan kelumpuhan peristaltic.
c. Efek samping
Efek samping kolinergika adalah sama dengan efek dari stimulasi SP secara berlebihan, antara lain mual, muntah-muntah dan diare, juga meningkatnya sekresi ludah, dahak keringat dan air mata.
4. PARASYMPATIKOLITIKA / ANTIKOLINERGIKA

Antikolinergika atau parasimpatolitika melawan khasiat asetilkolin dengan jalan menghambat terutama reseptor-reseptor muskarin yang terdapat di SSP dan organ perifer. Zat-zat ini tidak bekerja terhadap reseptor-reseptor Nikotin kecuali zat-zat ammonium kwartener yang berdaya ringan terhadapnya.
Kebanyakan antikolinergika tidak bekerja selektif bagi lima subtype reseptor-M. berefek terhadap banyak organ tubuh antara lain; mata, kelenjar eksokrin, paru-paru, jantung saluran kemih, saluran lambung-usus, dan SSP.
a. Penggolongan
Antikolinergika dapat dibagi dalam 3 kelompok, yaitu:
  1. alkaloida belladonna: atropine, hyoscyamin, skopolamin dan homatropin
  2. zat ammonium kwartener: propantelin, ipratopium dan tiotropium
  3. zat amin tersier: pirenzepin, flavoxat, oksibutinin, tolterodin dan tropicamida.
b. Penggunaan
Tergantung pada sifat spesifiknya masing-masing, antikolinergika digunakan dalam farmakoterapi untuk bermacam-macam gangguan, yang terpenting diantaranya adalah:
  1. sebagai midriatikum, untuk melebarkan pupil dan melumpuhkan akomodasi (atropine, homatropin, tropikamida)
  2. sebagai spasmolitikum (pereda kejang otot) dari saluran lambung-usus, saluran empedu dan organ urogenital.
  3. pada inkontinensiurin pada kandung kemih instabil akibat hiperaktivitas dari otot detrusor.
  4. sebagai zat anti mabuk jalan, guna mencegah mual dan muntah(skopolamin)
c. Efek samping
berupa efek-efek muskarin yakni mulut kering, obstipasi, retensi urin, tachycardia, palpitasi dan aritmia, gangguan akomodasi, midriasis dan berkeringat. Pada dosis tinggi timbul efek sentral, seperti gelisah, bingung, dan halusinasi.
DAFTAR PUSTAKA
  1. DRS. TJAY, TAN HOAN & DRS. RAHARDJA, KIRANA: 2002: OBAT-OBAT PENTING, khasiat, penggunaan, dan efek-efek sampingnya: JAKARTA; PT Elex media komputindo.
  2. Katzung g. Bertram.2002.Farmakologi Dasar dan Klinik.Buku 2 Edisi 8.Jakarta:Salemba Medika
  3. Joyce L Kee, Evelyn R Hayes.1994.Farmakologi Pendekatan Proses Keperawatan. Jakarta:Buku Kedokteran
  4. Sulistia,G. Ganiswara.1999.Farmakologi dan Terapi.Jakarta:Gaya Baru
  5. katzung, Bertram G.1998.Farmakologi Dasar dan Klinik.Edisi VI.Jakarta:EGC
  6. Deglin & Judith Hopfer.2004.pedoman obat untuk perawat.jakarta.EGC.
  7. Sulistia,G. Ganiswara.1999.Farmakologi dan Terapi.Jakarta:Gaya Baru
  8. M.J.Neal.2006.Atglance.FarmakologiMedis.Edisi5.Erlangga: Jakarta
  9. Olson,James,M.D., Ph.D.2003. Belajar Mudah Farmakologi. Jakarta: EGC
  10. Departemen Farmakologi dan Terapeutik FKUI.2007. farmakologi dan terapi edisi 5.Jakarta: Balai Penerbit FKUI
  11. Judith Hopfer Deglin dan April Hazard Vallerand.Pedoman Obat Untuk Perawat:Jakarta:EGC

Obat yang sering diberikan

Angina
 
DEFINISI
Angina (angina pektoris) merupakan nyeri dada sementara atau suatu perasaan tertekan, yang terjadi jika otot jantung mengalami kekurangan oksigen.

Kebutuhan jantung akan oksigen ditentukan oleh beratnya kerja jantung (kecepatan dan kekuatan denyut jantung).
Aktivitas fisik dan emosi menyebabkan jantung bekerja lebih berat dan karena itu menyebabkan meningkatnya kebutuhan jantung akan oksigen.

Jika arteri menyempit atau tersumbat sehingga aliran darah ke otot tidak dapat memenuhi kebutuhan jantung akan oksigen, maka bisa terjadi iskemia dan menyebabkan nyeri.

Angina
PENYEBAB
Biasanya angina merupakan akibat dari penyakit arteri koroner.
Penyebab lainnya adalah:
  • Stenosis katup aorta (penyempitan katup aorta)
  • Regurgitasi katup aorta (kebocoran katup aorta)
  • Stenosis subaortik hipertrofik
  • Spasme arterial (kontraksi sementara pada arteri yang terjadi secara tiba-tiba)
  • Anemia yang berat.
  • GEJALA
    Tidak semua penderita iskemia mengalami angina. Iskemia yang tidak disertai dengan angina disebut silent ischemia.
    Masih belum dimengerti mengapa iskemia kadang tidak menyebabkan angina.

    Biasanya penderita merasakan angina sebagai rasa tertekan atau rasa sakit di bawah tulang dada (sternum).
    Nyeri juga bisa dirasakan di:
    - bahu kiri atau di lengan kiri sebelah dalam
    - punggung
    - tenggorokan, rahang atau gigi
    - lengan kanan (kadang-kadang).
    Banyak penderita yang menggambarkan perasaan ini sebagai rasa tidak nyaman dan bukan nyeri.

    Yang khas adalah bahwa angina:
    - dipicu oleh aktivitas fisik
    - berlangsung tidak lebih dari beberapa menit
    - akan menghilang jika penderita beristirahat.
    Kadang penderita bisa meramalkan akan terjadinya angina setelah melakukan kegiatan tertentu.

    Angina seringkali memburuk jika:
    - aktivitas fisik dilakukan setelah makan
    - cuaca dingin
    - stres emosional.

    Variant Angina
    Merupakan akibat dari kejang pada arteri koroner yang besar di permukaan jantung.
    Disebut variant karena ditandai dengan:
    - nyeri yang timbul ketika penderita sedang istirahat, bukan pada saat melakukan aktivitas fisik
    - perubahan tertentu pada EKG.

    Unstable Angina
    Merupakan angina yang pola gejalanya mengalami perubahan.
    Ciri angina pada seorang penderita biasanya tetap, oleh karena itu setiap perubahan merupakan masalah yang serius (msialnya nyeri menjadi lebih hebat, serangan menjadi lebih sering terjadi atau nyeri timbul ketika sedang beristirahat).
    Perubahan tersebut biasanya menunjukkan perkembangan yang cepat dari penyakit arteri koroner, dimana telah terjadi penyumbatan arteri koroner karena pecahnya suatu ateroma atau terbentuknya suatu bekuan.Resiko terjadinya serangan jantung sangat tinggi.
    Unstable angina merupakan suatu keadaan darurat.
    DIAGNOSA
    Diagnosis ditegakkan terutama berdasarkan gejalanya.
    Diantara bahkan selama serangn angina, pemeriksaan fisik atau EKG hanya menunjukkan kelainan yang minimal.

    Selama suatu serangan, denyut jantung bisa sedikit meningkat, tekanan darah meningkat dan bisa terdengar perubahan yang khas pada denyut jantung melalui stetoskop.
    Selama suatu serangan, bisa ditemukan adanya perubahan pada EKG, tetapi diantara serangan, EKG bisa menunjukkan hasil yang normal, bahkan pada penderita penyakit arteri koroner yang berat.

    Jika gejalanya khas, diagnosisnya mudah ditegakkan.
    Jenis nyeri, lokasi dan hubungannya dengan aktivitas, makan, cuaca serta faktor lainnya akan mempermudah diagnosis.

    Pemeriksaan tertentu bisa membantu menentukan beratnya iskemia dan adanya penyakit arteri koroner:
    1. Exercise tolerance testing merupakan suatu pemeriksaan dimana penderita berjalan diatas treadmill dan dipantau dengan EKG.
      Pemeriksaan ini bisa menilai beratnya penyakit arteri koroner dan kemampuan jantung untuk merespon iskemia.
      Hasil pemeriksaan ini juga bisa membantu menentukan perlu tidaknya dilakukan arteriografi koroner atau pembedahan.
    2. Radionuclide imaging yang dilakukan bersamaan dengan exercise tolerance testing bisa memberikan keterangan berharga mengenai angina.
      Penggambaran radionuklida tidak hanya memperkuat adanya iskemia, tetapi juga menentukan daerah dan luasnya otot jantung yang terkena dan menunjukkan jumlah darah yang sampai ke otot jantung.
    3. Exercise echocardiography merupakan suatu pemeriksaan dimana ekokardiogram diperoleh dengan memantulkan gelombang ultrasonik dari jantung.
      Pemeriksaan ini bisa menunjukkan ukuran jantung, pergerakan otot jantung, aliran darah yang melalui katup jantung dan fungsi katup.
      Ekokardiogram dilakukan pada saat istirahat dan pada puncak aktivitas.
      Jika terdapat iskemia, maka gerakan memompa dari dinding ventrikel kiri tampak abnormal.
    4. Arteriografi koroner bisa dilakukan jika diagnosis penyakit arteri koroner atau iskemia belum pasti.
      Pemeriksaan ini digunakan untuk menentukan beratnya penyakit arteri koroner dan untuk membantu menentukan perlu tidaknya dilakukan pembedahan bypass arteri koroner atau angioplasti.
    5. Pemantauan EKG berkelanjutan dengan monitor Holter menunjukkan kelainan dari silent ischemia.
    6. Angiografi kadang bisa menemukan adanya kejang pada arteri koroner yang tidak memiliki suatu ateroma.
    PENGOBATAN
    Pengobatan dimulai dengan usaha untuk mencegah penyakit arteri koroner, memperlambat progresivitasnya atau melawannya dengan mengatasi faktor-faktor resikonya.
    Faktor resiko utama (misalnya peningkatan tekanan darah dan kadar kolesterol), diobati sebagaimana mestinya.
    Faktor resiko terpenting yang bisa dicegah adalah merokok sigaret.

    Pengobatan angina terutama tergantung kepada berat dan kestabilan gejala-gejalanya.
    Jika gejalanya stabil dan ringan sampai sedang, yang paling efektif adalah mengurangi faktor resiko dan mengkonsumsi obat-obatan.

    Jika gejalanya memburuk dengan cepat, biasanya penderita segera dirawat dan diberikan obat-obatan di rumah sakit.
    Jika gejalanya tidak menghilang dengan obat-obatan, perubahan pola makan dan gaya hidup, maka bisa digunakan angiografi untuk menentukan perlu tidaknya dilakukan pembedahan bypass arteri koroner atau angioplasti.


    STABLE ANGINA

    Pengobatan dimaksudkan untuk mencegah atau mengurangi iskemia dan meminimalkan gejala.
    Terdapat 4 macam obat yang diberikan kepada penderita:
    1. Beta-blocker
      Obat ini mempengaruhi efek hormon epinephrine dan norepinephrine pada jantung dan organ lainnya.
      Beta-blocker mengurangi denyut jantung pada saat istirahat. Selama melakukan aktivitas, Beta-blocker membatasi peningkatan denyut jantung sehingga mengurangi kebutuhan akan oksigen.
      Beta-blocker dan nitrat telah terbukti mampu mengurangi kejadian serangan jantung dan kematian mendadak.  Beta bloker yang dapat digunakan untuk penyakit ini antara lain Metoprolol, Atenolol dan Propranolol
    2. Nitrat (contohnya nitroglycerin).
      Nitrat menyebabkan pelebaran pada dinding pembuluh darah, terdapat dalam bentuk short-acting dan long-acting.
      Sebuah tablet nitroglycerin yang diletakkan di bawah lidah (sublingual) biasanya akan menghilangkan gejala angina dalam waktu 1-3 menit, dan efeknya berlangsung selama 30 menit.
      Penderita stable angina kronik harus selalu membawa tablet atau semprotan nitroglycerin setiap saat.
      Menelan sebuah tablet sesaat sebelum melakukan kegiatan yang diketahui penderita dapat memicu terjadinya angina, akan sangat membantu penderita.
      Nitroglycerin tablet juga bisa diselipkan diantara gusi dan pipi bagian dalam atau penderita bisa menghirup nitroglycerin yang disemprotkan ke dalam mulut; tetapi yang banyak digunakan adalah pemakaian nitroglycerin tablet sublingual.

      Nitrat long-acting diminum sebanyak 1-4 kali/hari.
      Nitrat juga terdapat dalam bentuk plester dan perekat kulit, dimana obat ini diserap melalui kulit selama beberapa jam.
      Nitrat long-acting yang dikonsumsi secara rutin bisa segera kehilangan kemampuannya untuk mengurangi gejala. Oleh karena itu sebagian besar ahli menganjurkan selang waktu selama 8-12 jam bebas obat untuk mempertahankan efektivitas jangka panjangnya.

    3. Antagonis kalsium
      Obat ini mencegah pengkerutan pembuluh darah dan bisa mengatasi kejang arteri koroner.
      Antagonis kalsium juga efektif untuk mengobati variant angina.
      Beberapa antagonis kalsium (misalnya Amlodipine, verapamil dan diltiazem) bisa memperlambat denyut jantung.
      Obat ini juga bisa digabungkan bersama Beta-blocker untuk mencegah terjadinya episode takikardi (denyut jantung yang sangat cepat).

    4. Antiplatelet (contohnya Acetylsalicylic acid dan Clopidogrel)
      Platelet adalah suatu faktor yang diperlukan untuk terjadinya pembekuan darah bila terjadi perdarahan. Tetapi jika platelet terkumpul pada ateroma di dinding arteri, maka pembentukan bekuan ini (trombosis) bisa mempersempit atau menyumbat arteri sehingga terjadi serangan jantung.
      Acetylsalicylic acid terikat pada platelet dan mencegahnya membentuk gumpalan dalam dinding pembuluh darah, jadi Acetylsalicylic acid mengurangi resiko kematian karena penyakit arteri koroner.
      Penderita yang alergi terhadap Acetylsalicylic acid, bisa menggunakan triklopidin.
    Stable Angina


    UNSTABLE ANGINA

    Pada umumnya penderita unstable angina harus dirawat, agar pemberian obat dapat diawasi secara ketat dan terapi lain dapat diberikan bila perlu.

    Penderita mendapatkan obat untuk mengurangi kecenderungan terbentuknya bekuan darah, yaitu:
    - Heparin (suatu antikoagulan yang mengurangi pembentukan bekuan darah)
    - Penghambat glikoprotein IIb/IIIa (misalnya absiksimab atau tirofiban)
    - Acetylsalicylic acid.

    Juga diberikan Beta-blocker dan nitroglycerin intravena untuk mengurangi beban kerja jantung.
    Jika pemberian obat tidak efektif, mungkin harus dilakukan arteriografi koroner dan angioplasti atau operasi bypass.

    Operasi bypass arteri koroner

    Pembedahan ini sangat efektif dilakukan pada penderita angina dan penyakit arteri koroner yang tidak meluas.
    Pembedahan ini bisa memperbaiki toleransi penderita terhadap aktivitasnya, mengurangi gejala dan memperkecil jumlah atau dosis obat yang diperlukan.

    Pembedahan dilakukan pada penderita angina berat yang:
    - tidak menunjukkan perbaikan pada pemberian obat-obatan
    - sebelumnya tidak mengalami serangan jantung
    - fungsi jantungnya normal
    - tidak memiliki keadaan lainnya yang membahayakan pembedahan (misalnya penyakit paru obstruktif menahun).

    Pembedahan ini merupakan pencangkokan vena atau arteri dari aorta ke arteri koroner, meloncati bagian yang mengalami penyumbatan.
    Arteri biasanya diambil dari bawah tulang dada. Arteri ini jarang mengalami penyumbatan dan lebih dari 90% masih berfungsi dengan baik dalam waktu 10 tahun setelah pembedahan dilakukan.
    Pencangkokan vena secara bertahap akan mengalami penyumbatan.

    Angioplasti koroner

    Alasan dilakukannya angioplasti sama dengan alasan untuk pembedahan bypass.
    Tidak semua penyumbatan bisa menjalani angioplasti, hal ini tergantung kepada lokasi, panjang, beratnya pengapuran atau keadaaan lainnya.

    Angioplasti dimulai dengan menusuk arteri perifer yang besar (biasanya arteri femoralis di paha) dengan jarum besar. Kemudian dimasukkan kawat penuntun yang panjang melalui jarum menuju ke sistem arteri, melewati aorta dan masuk ke dalam arteri koroner yang tersumbat.
    Sebuah kateter (selang kecil) yang pada ujungnya terpasang balon dimasukkan melalui kawat penuntun ke daerah sumbatan. Balon kemudian dikembangkan selama beberapa detik, lalu dikempiskan.
    Pengembangan dan pengempisan balon diulang beberapa kali.

    Penderita diawasi dengan ketat karena selama balon mengembang, bisa terjadi sumbatan alliran darah sesaat. Sumbatan ini akan merubah gambaran EKG dan menimbulkan gejala iskemia.

    Balon yang mengembang akan menekan ateroma, sehingga terjadi peregangan arteri dan perobekan lapisan dalam arteri di tempat terbentuknya sumbatan.
    Bila berhasil, angioplasti bisa membuka sebanyak 80-90% sumbatan.

    Sekitar 1-2% penderita meninggal selama prosedur angioplasti dan 3-5% mengalami serangan jantung yang tidak fatal.
    Dalam waktu 6 bulan (seringkali dalam beberapa minggu pertama setelah prosedur angioplasti), arteri koroner kembali mengalami penyumbatan pada sekitar 20-30% penderita.

    Angioplasti seringkali harus diulang dan bisa mengendalikan penyakit arteri koroner dalam waktu yang cukup lama.
    Agar arteri tetap terbuka, digunakan prosedur terbaru, dimana suatu alat yang terbuat dari gulungan kawat (stent) dimasukkan ke dalam arteri. Pada 50% penderita, prosedur ini tampaknya bisa mengurangi resiko terjadi penyumbatan arteri berikutnya.


    PROGNOSIS

    Faktor penentu dalam meramalkan apa yang akan terjadi pada penderita angina adalah umur, luasnya penyakit arteri koroner, beratnya gejala dan yang terpenting adalah jumlah otot jantung yang masih berfungsi normal.
    Makin luas arteri koroner yang terkena atau makin buruk penyumbatannya, maka prognosisnya makin jelek.

    Prognosis yang baik ditemukan pada penderita stable angina dan penderita dengan kemampuan memompa yang normal (fungsi otot ventrikelnya normal). Berkurangnya kemampuan memompa akan memperburuk prognosis.
    Berikut daftar obat yang dapat memebantu penyakit angina :
    Kategori Subkategori Nama Generik Obat
    Obat Jantung, Pembuluh Darah dan Darah Antikoagulan, Antiplatelet & Fibrinolitik Acetylsalicylic acid
    Clopidogrel
    Beta Bloker Metoprolol
    Atenolol
    Propranolol
    Antagonis Kalsium Amlodipine
    Diltiazem
    Verapamil
    Obat Anti angina Nitroglycerin
    Isosorbide dinitrate
    ACE Inhibitor Ramipril
    Enalapril
    Captopril
    PENCEGAHAN
    Cara terbaik untuk mencegah terjadinya angina adalah merubah faktor-faktor resiko:
  • Berhenti merokok
  • Mengurangi berat badan
  • Mengendalikan tekanan darah, diabetes dan kolesterol.
  • Strategi pemberian

    Yang terjadi sebenarnya adalah penyempitan pembuluh darah di jantung. Gejalanya memang menyerupai masuk angin. Dalam istilah medis, gejala ini disebut dengan angina pectoris. Jadi, angina pectoris bukanlah suatu penyakit, melainkan gejala dari penyempitan pembuluh darah di jantung.
    Mekanisme kerja angina pectoris ini bisa diibaratkan seperti sawah yang ditanami padi. Jika sistem pengairan di sawah tersebut disumbat, maka sawah akan mengering dan padi yang ditanam akan mati. Sama seperti jantung, jika pembuluh darahnya tersumbat maka jantung akan mati.
    PENCEGAHAN
    1. Kurangi hal- hal yang dapat menjadi faktor resiko
    2. Makan makanan yang bergizi seperti, makan sayur- sayuran, biji-bijian.
    3. Menghindari produk- produk makanan yang berserat tinggi.
    4. Berhenti merokok.
    5. Berdiet jika mengalami obesitas atau kelebihan berat badan.
    6. Sering- sering menggerakkan badan atau berolahraga.
    Penggunaan Obat Golongan Nitrat pada Angina Pektoris
    Angina pektoris adalah deskripsi dari sekumpulan gejala khas yang berkaitan dengan iskemia miokard dan biasanya diakibatkan oleh penyempitan ateromatosa arteri koroner. Gejala ini termasuk rasa terikat pada dada, biasanya retrosternal dan sering menjalar ke lengan, dispresipitasi oleh aktivitas, dan membaik dengan istirahat serta pemberian nitrat. Angina pektoris terjadi dimulai dari arteri koroner yang mengalirkan darah ke jantung. Dengan meningkatnya usia, plak ateromatosa secara progresif mempersempit arteri, dan obstruksi pada aliran darah pada suatu saat bisa menjadi sangat parah. Pada saat aktivitas meningkatkan konsumsi oksigen jantung, darah yang melalui arteri tidak cukup untuk memberi darah pada jantung. Otot yang mengalami iskemia kemudian memberikan gejala khas angina pektoris, kemungkinan karena produk-produk sisa yang dilepaskan selama kontraksi otot tertumpuk dalam jaringan yang perfusinya buruk.
    Secara klinis dikenal tiga jenis angina pektoris, yaitu angina klasik (angina stabil kronik, effort-induced angina) terjadi karena adanya sumbatan anatomik berupa aterosklerosis koroner sehingga aliran koroner tidak dapat memenuhi kebutuhan jantung yang meningkat (paling umum ditemui setelah kerja fisik, emosi atau makan); angina varian (angina Prinzmetal) terjadi karena vasospasme koroner (sumbatan fungsional) dan timbul sewaktu istirahat, yang mengakibatkan berkurangnya suplai oksigen pada jaringan jantung; angina tidak stabil ditandai dengan meningkatnya frekuensi dan lama serangan angina (crescendo), diinduksi oleh adanya stimulus ringan dan terjadi baik sewaktu istirahat maupun kerja fisik. Angina tidak stabil meliputi: kelompok penderita yang baru (dalam 6 minggu) mengalami serangan angina yang berat dan sering; yang mengalami angina sewaktu istirahat; angina stabil yang bertambah berat, lebih sering dan lebih lama; dan angina yang mengalami infark jantung akut atau infark yang semakin memburuk
    Sasaran terapi untuk angina pektoris meliputi relaksasi otot polos jantung, dilatasi pembuluh vena besar, dan melebarkan pembuluh darah koroner. Pemberian terapi antiangina bertujuan untuk mengatasi atau mencegah serangan akut angina pektoris, pencegahan jangka panjang serangan angina. Tujuan ini dapat tercapai dengan mengembalikan imbangan dan mencegah terjadinya ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan oksigen miokard, dengan cara meningkatkan suplai oksigen (meningkatkan aliran darah koroner) ke bagian miokard yang iskemik dan/atau mengurangi kebutuhan oksigen jantung (mengurangi kerja jantung).
    Strategi terapi yang dapat digunakan untuk mengatasi angina pektoris meliputi terapi non farmakologis dan terapi farmakologis. Terapi non farmakologis dapat dilakukan dengan mengontrol emosi, mengurangi kerja yang berat dimana membutuhkan banyak oksigen dalam aktivitasnya, mengurangi konsumsi makanan berlemak, dan istirahat yang cukup. Terapi farmakologis untuk angina pektoris meliputi penggunaan obat golongan nitrat, obat golongan antagonis adrenoreseptor β dan antagonis kalsium.
    Obat golongan nitrat merupakan lini (pilihan) pertama dalam pengobatan angina pektoris. Mekanisme kerja obat golongan nitrat dimulai ketika metabolisme obat pertama kali melepaskan ion nitit (NO2-), suatu proses yang membutuhkan tiol jaringan. Di dalam sel, NO2- diubah menjadi nitrat oksida (NO), yang kemudian mengaktivasi guanilat siklase, yang menyebabkan peningkatan konsentrasi guanosin monofosfat siklik (cGMP) intraseluler pada sel otot polos vaskular. Bagaimana cGMP menyebabkan relaksasi, belum diketahui secara jelas, tetapi hal tersebut akhirnya menyebabkan defosforisasi miosin rantai pendek (MCL), kemungkinan dengan menurunkan konsentrasi ion Ca2+ bebas dalam sitosol. Hal tersebut akan menimbulkan relaksasi otot polos, termasuk arteri dan vena. Nitrat organik menurunkan kerja jantung melalui efek dilatasi pembuluh darah sistemik. Venodilatasi menyebabkan penurunan aliran darah balik ke jantung, sehingga tekanan akhir diastolik ventrikel (beban hulu) dan volume ventrikel menurun. Beban hulu yang menurun juga memperbaiki perfusi sub endokard. Vasodilatasi menyebabkan penurunan resistensi perifer sehingga tegangan dinding ventrikel sewaktu sistole (beban hilir) berkurang. Akibatnya, kerja jantung dan konsumsi oksigen menjadi berkurang. Ini merupakan mekanisme antiangina yang utama dari nitrat organik.
    Dilihat dari farmakokinetiknya, nitrat organik mengalami denitrasi oleh enzim glutation-nitrat organik reduktase dalam hati. Golongan nitrat lebih mudah larut dalam lemak, sedangkan metabolitnya bersifat lebih larut dalam air sehingga efek vasodilatasi dari metabolitnya lebih lemah atau hilang. Eritritil tetranitrat (berat molekul tinggi, bentuk padat) mengalami degradasi tiga kali lebih cepat daripada nitrogliserin (berat molekul rendah, bentuk seperti minyak). Sedangkan isosorbid dinitrat dan pentaeritritol tetranitrat (berat molekul tinggi, bentuk padat) mengalami denitrasi 1/6 dan 1/10 kali dari nitrogliserin. Kadar puncak nitrogliserin terjadi dalam 4 menit setelah pemberian sublingual dengan waktu paruh 1-3 menit. Metabolitnya berefek sepuluh kali lebih lemah, tetapi waktu paruhnya lebih panjang, yaitu kira-kira 40 menit. Isosorbid dinitrat paling banyak digunakan, tetapi cepat dimetabolisme oleh hati. Penggunaan isosorbid mononitrat yang merupakan metabolit aktif utama dari dinitrat bertujuan untuk mencegah variasi absorpsi dan metabolisme lintas pertama dari dinitrat yang dapat diperkirakan.
    Dalam mengatasi serangan angina, maka yang terpenting adalah memilih nitrat organik dengan mula kerja obat yang cepat. Sebaliknya, untuk pencegahan timbulnya angina, maka yang terpenting adalah lama kerja obat. Mula kerja (onset) dan lama kerja (durasi) obat tergantung dari cara pemberian dan formulasi farmasi. Pemberian nitrat organik sublingual efektif untuk mengobati serangan angina akut. Dengan cara ini absorpsi berlangsung cepat dan obat terhindar dari metabolisme lintas pertama di hati, sehingga bioavailabilitasnya sangat meningkat (isosorbid dinitrat 30% dan nitrogliserin 38%). Mula kerja obat tampak dalam 1-2 menit, tetapi efeknya dengan cepat akan menurun sehingga setelah 1 jam hilang sama sekali. Nitrat organik dapat diberikan secara oral (p.o) untuk tujuan pencegahan timbulnya serangan angina. Dalam hal ini, obat tersebut harus diberikan dalam dosis cukup besar agar kemampuan metabolisme hati untuk obat ini menjadi jenuh. Mula kerja nitrat organik oral adalah lambat, puncaknya tercapai dalam 60-90 menit dan lama kerja berkisar 3-6 jam. Nitrat organik dapat juga diberikan intravena (i.v) agar kadar obat dalam sirkulasi sistemik yang tinggi cepat tercapai. Nitrogliserin i.v bermanfaat untuk pengobatan vasospasme koroner dan angina pektoris tidak stabil dan mungkin merupakan cara terbaik untuk mengobati segera angina akut. Pemberian nitrogliserin dalam bentuk salep atau disk dimaksudkan untuk tujuan profilaksis karena obat diabsorpsi secara perlahan lewat kulit. Efek terapi tampak dalam 60 menit dan berakhir dalam 4-8 jam. Pada sediaan disk, nitrogliserin terdapat sebagai depot dengan reservoir suatu polimer pada plester. Mula kerja lambat dan puncak efek tercapai setelah 1-2 jam.
    Secara umum efek samping yang timbul akibat penggunaan obat golongan nitrat untuk antiangina, antara lain: dilatasi arteri akibat nitrat menyebabkan sakit kepala (30-60% dari pasien yang menerima terapi nitrat), sehingga seringkali dosisnya dibatasi. Efek samping yang lebih serius adalah hipotensi dan pingsan. Refleks takikardia seringkali terjadi. Dosis tinggi yang diberikan jangka panjang bisa menyebabkan methemoglobinemia sebagai akibat oksidasi hemoglobin. Sesekali juga dapat menyebabkan rash. Penggunaan nitrat yang berkelanjutan dapat menyebabkan terjadinya toleransi, bukan saja pada efek samping, tapi juga pada efek antiangina dari nitrat kerja lama. Ketergantungan pada nitrat terjadi pada pemberian nitrat kerja lama (oral maupun topikal). Penghentian terapi kronik harus dilakukan secara bertahap untuk menghindari timbulnya fenomena rebound berupa vasospasme yang berlebihan dengan akibat memburuknya angina sampai terjadinya infark miokard dan kematian mendadak. Udem perifer juga kadang-kadang terjadi pada pemberian nitrat kerja lama (oral maupun topikal). Nitrat yang diberikan secara oral dapat menimbulkan terjadinya dermatitis kontak.